Jurusan Teknik Elektro

BUDAYA KONSUMTIF PENGARUHI KRISIS ENERGI

Artikel oleh: Rahmat Firansyah

krisi-energiIndonesia dikenal dengan negara kaya akan sumber energi fosil maupun non fosil. Energi fosil khususnya minyak bumi yang merupakan sumber energi tidak terbarukan masih sangat dominan bahkan dalam berbagai aspek kehidupan yang belum tergantikan. Seiring berjalannya waktu energi tersebut mengalami krisis karena pola hidup konsumtif masyrakat.

Masyarakat Indonesia saat ini sangat jamak terjebak dalam pola hidup konsumtif terutama dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang tanpa disadari secara utuh berdampak kepada ketidak tersediaan energi itu sendiri memenuhi kebutuhan masyarakat pada jangka panjangnya. Pola konsumtif di Indonesia dari ke tahun ke tahun semakin meningkat. Ini dibuktikan dengan bertambah banyaknya masyarakat Indonesia yang terpancing untuk memenuhi kebutuahan transportasinya. Salah satu contoh fenomena yang bisa disebut fenomenal adalah peningkatan pada pembelian kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat. Badan pusat Statistik Indonesia mencatat pada tahun 2012 jumlah kendaraan bermotor mengalami kenaikan dari tahun sebelumya yaitu dari 85.601.351 menjadi 94.373.324. Perincian kenaikan jumlah kendaraan bermotor pada tahun 2012 antara lain, 10.432.259 untuk jumlah mobil, untuk jumlah bus 2.273.821, untuk jumlah truk 5.286.061 , sedangkan untuk sepeda motor mengalami kenaikan yang pesat hingga mencapai 76.381.183 (BPS Nasional, 2012).

Contoh kecil pemborosan dapat dikaitkan pada jumlah sepeda motor di atas. Bila di asumsikan setiap harinya jumlah sepeda motor bergerak aktif sekitar 70% maka diperoleh 66.061.326.8 yang membutuhkan bahan bakar minyak (BBM). Bila diasumsikan dalam satu hari masing-masing sepeda motor menghabiskan rata-rata 1 liter maka jumlah BBM yang dihabiskan adalah 66.061.326.8 liter. Apabila hal ini dikalikan dalam satu tahun yaitu 365 hari maka dari jumlah sepeda motor yang aktif dikalikan jumlah asumsi BBM/per hari menghabiskan 24.112.384.282 liter/tahun atau dibulatkan menjadi 24 milyar liter.

Masyarakat Konsumtif

Dalam pandangan Barry, 1994 mengatakan konsumtif menunjukkan sebagai pemakaian (pembelian) atau pengonsumsian barang-barang yang sifatnya karena tuntutan gengsi semata dan bukan menurut tuntutan kebutuhan yang dipentingkan. Ini tentunya bisa diartikan sebagai pemborosan atau prilaku yang boros. Ditambahkan lagi Ada tiga perspektif utama mengenai budaya konsumer menurut Featherstone (1991) yaitu, Pertama Budaya konsumer di dasari pada premis ekspansi produksi komoditas kapitalis yang telah menyebabkan peningkatan akumulasi budaya material secara luas dalam bentuk barang-barang konsumsi dan tempat-tempat untuk pembelanjaan dan untuk konsumsi. Kedua Perspektif budaya konsumer berdasarkan perspektif sosiologis yang lebih ketat, yaitu bahwa kepuasan seseorang yang diperoleh dari barang-barang yang dikonsumsi berkaitan dengan aksesnya yang terstruktur secara sosial. Fokus dari perspektif ini terletak pada berbagai cara orang memanfaatkan barang guna menciptakan ikatan sosial atau perbedaan sosial. Ketiga Perspektif yang berangkat dari pertanyaan mengenai kesenangan/kenikmatan emosional dari aktivitas konsumsi, impian dan hasrat yang menonjol dalam khayalan budaya konsumer, dan khususnya tempat-tempat kegiatan konsumsi yang secara beragam menimbulkan kegairahan dan kenikmatan estetis langsung terhadap tubuh.

Fonemena masyarakat konsumtif di Indonesia terlihat dengan banyaknya pengguna kendaraan yang dianggap murah dan bermobilitas cepat ke tujuan. Apalagi penggunaan BBM dipicu karena adanya pola konsumtif masyarakat Indonesia yang berkorelasi terhadap tidak terpenuhinya kebutuhan moda transportasi masyarakat yang efisien. Ketidak mampuan pemerintah dalam menyediakan moda transportasi ini dikarenakan tata ruang wilayah yang belum tersusun baik sehingga tidak dapat memberi ruang kepada moda transportasi untuk menjangkau masyarakat.

Konsekuensinya, keborosan bahan bakar minyak (BBM) tidak dapat dielakan lagi sehingga penggunaan energi yang kurang terkontrol khususnya energi minyak. Belum lagi penggunaan BBM pada sektor lainnya.

Menanggulangi Krisis Energi

Sementara itu cadangan minyak bumi semakin menipis dan kemampuan kilang untuk produksi BBM pun semakin berkurang. Sejalan dengan itu, sudah seharusnya pemerintah pemanfaatan energi baru dan terbarukan khususnya di Indonesia untuk menaggulangi krisis energi terutama energi listrik.

Energi Terbarukan adalah energi yang pada umumnya merupakan sumber daya non fosil yang dapat diperbaharui dan apabila dikelola dengan baik maka sumber dayanya tidak akan habis. Jenis energi terbarukan meliputi Panas bumi, Mikrohidro, Tenaga Surya, Tenaga Gelombang, Tenaga Angin, dan Biomasa.

Khususnya di Indonesia apa bila energi alternatif dapat dimanfaatkan dengan baik tentu setidaknya dapat mengatasi krisis energi listrik yang ada di Indonesia. Walaupun saat ini masih lebih mahal dibandingkan dengan bahan bakar minyak (BBM). Namun yang harus dipikirkan untuk trend ke depan pada energi baru dan terbarukan. Apalagi, cadangan energi fosil sudah semakin menipis.

Kini krisis energi yang terjadi di Indonesia membuat semua aktifitas terganggu diberbagai aspek kehidupan, baik itu pendidikan , perekonomian dan pembangunan, yang semua itu berdampak pada kesejahteraan masyarakat Indonesia. Hari ini dampaknya telah begitu nyata dirasakan oleh masyarakat. Mulai dari naiknya bahan bakar minyak dan pemadaman bergilir yang dilakukan PLN. Sudah semestinya pemerintah mengembangkan dan memanfaatkan energi baru dan terbarukan untuk mengatasi krisis energi listrik yang terjadi saat ini. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2007 Tentang pengaturan Energi pasal 4 ayat 2 yang berbunyi, Sumber daya energi baru dan sumber energi terbarukan diatur oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Disini sangat jelas dikatakan bahwa negara di amanahkan untuk memanfaatkan sumber-sumber energi baru dan terbarukan untuk dapat dimanfaatkan demi kemakmuran rakyat. Dan hak atas rakyat terhadap energi sebagaimana yang sudah diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 pasal 19 ayat 1 Tentang energi, yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh energi.

Sangat disayangkan sudah 69 tahun Indonesia Merdeka belum semua rakyat Indonesia dapat merasakan energi tersebut. Hal yang paling mendasar dalam mengembangkan sumber daya energi kita harus menjaga keseimbangan antara stabilitas energi dan juga keberlanjutan. Pandangan jauh ke depan sangat penting agar persiapan kita dapat mempersiapkan masa depan energi yang tercukupi.

Sumber gambar: https://feidra.files.wordpress.com/2011/02/krisis-energi.jpg

About Indra Gunawan

Check Also

Mahasiswa Zaman Modern, Katanya…

Penulis : Ismatullah Gemini ( Electrical Engineering 2012, UIN SUSKA RIAU) Era zaman modern yang …

Leave a Reply