Jurusan Teknik Elektro

Era Minyak Murah Telah Berlalu

Oleh: Kunaifi

Artikel ini diterbitkan Riau Pos, 14 Desember 2010

Pada 1973 dan 1979 harga minyak mentah dunia secara tiba-tiba meroket hingga tiga kali lipat. Kejadian beruntun ini membuat ekonomi global terpuruk ke dalam resesi parah. Sejak itu harga minyak bumi tidak pernah stabil; tak jarang mengacaukan ekonomi suatu negara bahkan dunia. Terakhir, tahun 2008 minyak kembali memberi kejutan pada ekonomi global saat harganya naik hingga $US 147 per barrel dari sebelumnya sekitar $US 50 per barrel. Indonesia merasakan akibatnya dalam bentuk defisit APBN sehingga banyak proyek terpaksa ditunda atau bahkan dibatalkan, dan antrian penduduk di pangkalan minyak bertambah panjang. Banyak analis menterjemahkan krisis minyak global sebagai peringatan bahwa cadangan minyak dunia makin sedikit, dan ketergantungan berlebihan pada ekonomi berbasis bahan bakar fosil (minyak bumi, gas alam, dan batu bara) adalah pilihan yang amat rapuh.

Sejarah dan perkiraan harga minyak menurut International Energy Agency. Terlihat bahwa tahun 2035 harga minyak diperkirakan $200 per barrel. Harga minyak saat ini adalah sekitar $  (Sumber:Reuters)

Kini rakyat Indonesia diresahkan oleh rencana pemerintah mencabut subsidi BBM bagi mobil pribadi, bagai ‘pil pahit’ hadiah tahun baru 2011. Rencana ini menurut pemerintah, diambil untuk mengantisipasi lonjakan subidi BBM tahun 2011 yang diperkirakan mencapai 10 persen akibat pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor. Pencabutan subsidi BBM akan dilakukan dua tahap; dimulai di Jabodetabek dan kawasan lain di Jawa-Bali pada 2011. Sedangkan tahap dua di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi pada 2012. Tahun 2013 kebijakan ini ditargetkan berlaku di seluruh Indonesia.

Artikel ini mendiskusikan kondisi dan tantangan perminyakan Riau serta langkah awal yang perlu diinisiasi Pemda untuk menjamin keamanan suplai energi, khususnya minyak bumi, masa depan.

Riau Kaya Minyak Tinggal Sejarah

Minyak telah dijadikan komoditi ekonomi utama nasional terutama zaman orde baru. Tahun 1977 tercatat sebagai puncak produksi minyak nasional, sehingga Riau sebagai penghasil (namun bukan penikmat) utama minyak nasional mendapat julukan sebagai negeri “petro-dollar.”

Kini kejayaan itu telah berlalu. Indonesia terlalu semangat menghisap “sang emas hitam” dari perut bunda pertiwi tanpa memperhitungkan cadangan minyak nasional yang sebenarnya cuma sedikit, sehingga perlu dihemat. Puncak produksi minyak nasional telah berlalu dalam waktu amat dini. Sejak 2000, produksi minyak (lifting) tidak pernah mencapai 1 juta barel per hari (bph). Tahun ini, target lifting nasional sebesar 965 ribu bph dalam APBN tidak tercapai.

Bahkan, setelah 47 tahun menjadi anggota organisasi negara-negara elit pengekspor minyak (OPEC), efektif Januari 2009 Indonesia terpaksa hengkang karena telah berubah menjadi net oil importer sejak 2003, alias meng-impor minyak lebih banyak daripada meng-ekspor. Penyebanya jelas, bahwa saat kebutuhan minyak dalam negeri meningkat terus-menerus, lifting menurun secara pasti, yang dalam teori ekonomi disebut oil supply-demand gap. Jika dulu kenaikan harga minyak dunia membawa berkah bagi Indonesia, kini justru menjadi petaka.

Apa indikasi minyak Indonesia segera kering? Pertama, perhatikan statistik. Menurut Bappenas (4/11/2010), jika tidak ditemukan sumur baru, cadangan minyak Indonesia hanya bertahan hingga 18 tahun ke depan. Estimasi ini lebih optimis dibanding hitungan British Petroleum (2010) yaitu 15,6 tahun. Lihat juga pernyataan raksasa Chevron (CPI) bahwa produksi CPI di Riau, turun sekitar 10 persen per tahun (21/03/2005).

Kedua, di Riau, dalam delapan tahun terakhir satu-per-satu ladang minyak yang dikelola perusahaan asing dilepas kepada pemerintah setelah kontraknya berakhir. Sebagian diraih melalui perjuangan rakyat seperti CPP Block yang diserahkan CPI pada 2002. Sebagian lagi diserahkan melalui proses yang lebih mulus seperti Blok Langgak CPI (2010). Dalam waktu dekat Riau akan mengambil pengelolaan Mountain Front Kuantan Block dari CPI. Telah diwacanakan pulua mengambil Siak Block dari CPI yang berakhir 2013, dan South and Central Sumatera Block dari Medco E&P Indonesia (habis kontrak 2013). Inilah indikasi bahwa dalam hitungan para raksasa industri minyak, eksploitasi sumur-sumur minyak Riau yang sudah uzur tidak menarik lagi.

Ketiga, dalam lima tahun belakangan Presiden telah mengeluarkan dua Inpres terkait penghematan energi, mengindikasikan kekhawatiran akan keamanan suplai energi masa depan di tengah kebutuhan kian meningkat. Kedua Inpres tersebut adalah Inpres 10/2005 tentang Penghematan Energi dan Inpres 02/2008 tentang Penghematan Energi dan Air.

Apa Strategi Riau?

Riau dapat mengadopsi dua strategi paling populer di berbagai negara untuk memperlambat habisnya cadangan minyak. Pertama, gerakan hemat energi (energy efficiency) secara menyeluruh. Memang pencabutan subsidi BBM memiliki potensi dampak sosial- ekonomi seperti penurunan daya beli masyarakat dan memicu peningkatan jumlah kendaraan roda dua dengan BBM bersubsidi. Namun, kebijakan ini berpotensi menekan konsumsi BBM berlebihan. Selama ini kita dimanjakan oleh BBM murah sehingga tidak jarang berperilaku boros BBM. Mulai tahun depan, kita perlu berpikir untuk mempersingkat perjalanan dengan mobil pribadi.

Selain efisiensi energi di industri, perkantoran, dan transportasi, di rumah anda juga bisa hemat energi

(Sumber: http://www.solar-green-wind.com/archives/energy-efficiency)

Gerakan hemat energi adalah wajib setelah dikeluarkannya PP 70/2009 tentang Konservasi Energi. Disebutkan bahwa Pemprov, Pemkab/Pemko bertanggung jawab melaksanakan langkah-langkah penghematan energi. Maka, Pemrov Riau beserta Pemkab/Pemko perlu segera melaksanakan PP 70/2009 dengan merumuskan dan menetapkan kebijakan, strategi, dan program konservasi energi serta mengalokasikan dana untuk hal tersebut. Program hemat energi tidak hanya menurunkan konsumsi BBM, tapi juga menghemat anggaran dan membantu mengurangi emisi gas rumah kaca penyebab perubahan iklim.

Strategi kedua adalah mengurangi ketergantungan pada minyak bumi melalui strategi bauran energi (energy-mix), di mana konsumsi minyak dikurangi sementara pemanfaatan energi terbarukan ditingkatkan. Strategi ini juga wajib dilakukan. Kebijakan Energi Nasional 2025 mengamanatkan bahwa pembangunan energi masa depan dititikberatkan pada pemanfaatan energi terbarukan secara maksimal. UU 30/2007 tentang Energi juga mengatur bahwa “penyediaaan energi baru dan terbarukan wajib ditingkatkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.” Langkah awal adalah menyusun Rencana Umum Energi Daerah (RUED) tingkat propinsi dan kabupaten/kota, yang mencantumkan pola pengembangan energi terbarukan di Riau.

Sumber: http://www.theenergyresources.com/images/renewable-energy.jpg

Kesimpulan

Melihat konsumsi minyak yang berlebihan, the Association for the Study of Peak Oil and Gas secara ekstrim memperkirakan bahwa dunia akan kehilangan ‘orang perminyakan’ akhir abad ini karena sumur minyak ditutup di mana-mana. Walaupun cukup meresahkan, rencana pencabutan subsidi BBM untuk mobil pribadi sesungguhnya dapat menggugah kesadaran kita bahwa era minyak murah telah berlalu. Karena kita masih memerlukan BBM untuk menggerakkan ekonomi dan kehidupan, mari mulai berpikir efisiensi energi dan energi terbarukan. Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota diharap dapat memulainya dengan menetapkan instrumen kebijakan pendukungnya.

About Admin-UIN

Check Also

Riview Untuk 5 Tahun Ke Depan

Peningkatan kualitas dalam proses pemblajaran dalam perkuliahan adalah hal yang teramat penting. Berbagai cara dilakukan …

Leave a Reply